.

Café-philo –Vaksinasi: Pilihan Bebas atau Tanggung Jawab Moral?

16 Februari 2022

Registrasi: https://bit.ly/Cafephilo

Kita memasuki tahun ketiga wabah COVID-19. Wabah yang mulai menyebar pada 2020 ini merupakan fenomena global yang hingga kini telah menjadi bagian kenyataan hidup kita. Terlepas dari pelbagai teori dan penilaian terkait sebab dan tingkat bahaya COVID-19, tak bisa dipungkiri bahwa kita tak dapat begitu saja menutup mata terhadap topik ini. Pada skala global, terdapat 390 juta kasus dengan 5,7 juta korban jiwa dan 313 juta orang yang sembuh. Wabah ini nyata, berimbas pada seluruh dunia, dapat jadi mematikan, namun kita juga dapat sembuh darinya.

Di Indonesia, jumlah orang terinfeksi COVID mencapai 4,5 juta dengan sekitar 140 ribu kematian dan 4 juta orang sembuh. Artinya, kita pun tak dapat bersikap seolah-olah wabah ini tidak ada. Tanggapan yang diberikan terhadap situasi ini pun beragam. Secara garis besar, terdapat dua sudut pandang paling populer, mungkin juga saling bertentangan, terkait cara menyikapi wabah COVID. Di satu sisi, terdapat kelompok ilmuwan, khususnya para dokter, yang memberikan keterangan ilmiah mengenai pola hidup dan cara bersikap yang sebaiknya diterapkan dalam menyikapi COVID-19. Mereka jugalah yang membantu memvaksinasi masyarakat dan merawat mereka yang jatuh sakit. Di sisi lain, ada para politisi yang berwenang merumuskan kebijakan publik terkait pandemi, termasuk di antaranya melaksanakan program vaksinasi dan mendaftar penerima vaksin ke dalam paspor dan aplikasi elektronik.

Dua hal berbeda ini memiliki imbas pada pilihan pribadi kita ketika berhadapan dengan wabah COVID dan beragam variannya. Haruskah kita divaksin? Antara vaksinasi sebatas sebagai anjuran dan tindakan semi-wajib dari pemerintah, muncul satu pertanyaan mendasar: apakah vaksinasi merupakan pilihan bebas atau tanggung jawab moral?


Bagikan:

WhatsApp
Facebook
Twitter