.

Café-philo: Teman atau Musuh?

8 September 2021

Gratis
Reservasi: https://bit.ly/cafephiloami

Dalam sebuah perang, di malam yang begitu pekat, seorang prajurit melangkah maju. Tiba-tiba terdengar sebuah suara. Jantungnya berhenti. Darahnya membeku. Ia mengira-ngira: suara itu, teman atau musuh? Hidup atau mati?

Untungnya, di kehidupan nyata, untuk mengenali teman atau musuh tidak sebegitu dramatisnya. Berapa teman yang Anda punya di media sosial dan di kehidupan nyata? Apakah mereka orang-orang yang sama? Berapa musuh yang Anda punya? Apakah Anda mengenal mereka?

Kata “ami” (teman) dalam bahasa Prancis berasal dari kata “aimer” (mencintai) dan “amour” (cinta) yang tidak memiliki keterkaitan keluarga ataupun asmara. Menjalin persahabatan, artinya memiliki simpati dan bahkan kasih sayang. Persahabatan bersifat mutual. Di Facebook, kita tidak berteman seorang diri, tapi beramai-ramai.

Bagaimana caranya menjadi musuh? Musuhku ingin aku menderita. Ia tidak menyukaiku dan membenciku. Apakah aku musuhnya?

Persahabatan adalah tentang kenyamanan: “Teman sejati adalah sesuatu yang nyaman!” kata La Fontaine. “Jinakkan aku bila kau ingin seorang teman!” pinta Pangeran Kecil dalam novel A. de Saint Exupéry. Sementara Michel de Montaigne ketika berbicara tentang La Boétie menulis: “Karena itu adalah dia dan karena itu adalah aku.”

Apakah aku musuh dari musuhku atau cukup sekadar “melihatnya menderita adalah puncak kepuasan” seperti kata Friedrich Nietzsche?

Teman atau musuh, apakah itu sebuah dualitas sederhana dan absolut atau sebuah rangkaian penuh? Apa kata-kata yang pas untuk mengungkapkannya dalam bahasa Indonesia? Juga dalam bahasa Inggris si bahasa internet?

Apakah kita akan menjadi teman berkat ngobrol-ngobrol di café ini? Apakah Anda menginginkannya? Apakah kita menginginkannya?


Bagikan:

WhatsApp
Facebook
Twitter