Zoom: https://bit.ly/HariKartini210422
Sepanjang sejarah, perempuan telah memberikan kontribusi luar biasa bagi masyarakat melalui tulisan-tulisan. Banyak yang terkenal, ada beberapa yang kurang dikenal, namun semuanya memberikan inspirasi. Di Indonesia, setiap tanggal 21 April masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini. Momen dimana perempuan Indonesia mengenang pemikiran R.A. Kartini dalam memperjuangkan hak-hak bagi perempuan Indonesia. Begitu juga di Meksiko dan Prancis, terdapat Sor Juana Ines de la Cruz dan Olympe de Gouges yang juga merupakan pelopor dalam aktivisme hak perempuan sejak dahulu kala.
Dalam momen ini, Kedutaan Besar Prancis dan Meksiko di Indonesia bekerja sama dengan Universitas Indonesia dan UN Women Indonesia, menggelar sebuah webinar yang dapat dihadiri secara gratis, untuk membahas karya ketiga perempuan-perempuan luar biasa ini, serta menunjukkan bagaimana karya mereka dapat menjadi landasan bagi aktivis feminis bagi generasi setelahnya.
Sebuah webinar mengenang pemikiran 3 tokoh perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, dengan topik diskusi 300 years of women’s rights literary activism around the world: Mexico, Indonesia, France akan diisi oleh pembicara-pembicara kompeten di bidangnya.
Berikut profil pembicara webinar:
Dwi Yuliawati Faiz adalah seorang Kepala Program UN Women Indonesia. Ia memiliki lebih dari 20 tahun pengalaman bekerja di bidang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di NGO, Universitas, dan Organisasi pembangunan internasional. Sebelum bekerja dengan UN Women, ia bekerja sebagai Direktur Program Plan Indonesia, membantu organisasi tersebut dalam menyiapkan strategi mereka untuk program anak dan remaja perempuan, serta sebagai Direktur Gender dan Inklusi Sosial dari Millennium Challenge Account Indonesia, mengawasi hibah pada fasilitas hibah bagi organisasi perempuan dalam ekonomi hijau pada Pemberdayaan Ekonomi Perempuan. Ia memperoleh gelar sarjana (dengan kehormatan) di bidang Ilmu Sosial dari Universitas Indonesia dan gelar master dalam Pengembangan dan Manajemen Internasional, Universitas Lund, Swedia.
Dalam webinar ini, Dwi akan berbicara tentang keadaan feminisme/kesetaraan gender di dunia, evolusi sepanjang sejarah untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kesetaraan gender dan hak-hak perempuan dalam konteks historis dan evolusionernya, gambaran situasi saat ini, perjuangan yang akan datang, menghadirkan tokoh-tokoh kunci dan tindakan mereka
Luh Gede Saraswati Putri, S.S., M.Hum adalah seorang Dosen Filsafat di Universitas Indonesia dan juga seorang spesialis di bidang perempuan. Ia menempuh pendidikan Sarjana hingga Doktoral di Departemen Filsafat Universitas Indonesia. Ia telah menerbitkan tiga buku, yaitu pertama adalah karya sastra, sebuah kumpulan puisi berjudul Jiwa Putih (2004), kedua adalah buku nonfiksi tentang Hak Asasi Manusia yang dipublikasikan pada tahun 2006, bekerja sama dengan Uni Eropa, sedangkan buku ketiga berjudul love Not Chocolate (2010). Berbagai karya tulisnya sebagai kolumnis muncul di berbagai media, antara lain Media Indonesia, Jawa Pos, Bali Pos, Media Hindu, Raditya, Nusa Tenggara Post. Ia banyak menulis tentang tema-tema sosial, budaya, dan politik.
Dalam webinar ini, Saraswati akan berbicara tentang Raden Ajeng Kartini (1879 – 1904), seorang aktivis perempuan dan advokat untuk pendidikan perempuan di Indonesia. Terkenal dengan surat-suratnya ”Habis Gelap Terbitlah Terang” yang diterbitkan di Majalah Belanda setelah wafatnya. Ulang tahunnya kini diperingati di Indonesia sebagai Hari Kartini untuk menghormatinya.
Geneviève Fraisse adalah seorang filsuf Prancis dan Direktur Penelitian (emeritus) di National Centre for Scientific Research (CNRS, France). Penulis, produser untuk “France Culture” dan pengajar di Institute of Political Studies of Paris, penelitiannya berfokus pada kontroversi gender, dari sudut pandang epistemologis dan politik, dengan tiga cabang, yaitu silsilah demokrasi, konsep emansipasi, dan problematisasi filosofis dari objek “jenis kelamin/gender”
Dalam webinar ini, Genevieve akan berbicara tentang gagasan berikut:
- Konstruksi “silsilah demokrasi”, mulai dari Revolusi Prancis, hingga menyoroti “demokrasi eksklusif”, perdebatan tentang alasan perempuan dan paradox antara perwakilan politik dan pemerintah. Perspektif seni menunjukkan “gangguan” representasi dalam tradisi itu sendiri.
- Refleksi dalam gagasan konseptual seperti pelayanan, persetujuan, pendidikan bersama, hak istimewa, dalam kaitannya dengan konsep kesetaraan dan kebebasan.
- Pembacaan debat konseptual “jenis kelamin/gender” dalam tradisi filosofis dan historis.
Carmen Beatriz López-Portillo Romano adalah seorang Rektor di University of the Cloister of Sor Juana dan memimpin proses akreditasi kelembagaan di FIMPES dan CIEES, serta program akademik yang dipresentasikan kepada COPAES. Mempromosikan penelitian, diseminasi kehidupan dan karya Sor Juana, pengetahuan tentang seni, budaya dan keahlian memasak Meksiko, serta penyelamatan mantan Biara San Jerónimo, ruang untuk menggunakan Muse Kesepuluh, Sor Juana Inés de la Cruz. Ia memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Metropolitan Autonomous University dan gelar Master untuk program studi Sejarah Amerika Latin dari Sorbonne University.
Dr. Alicia Mayer adalah Direktur cabang Universitas Otonom Nasional Meksiko (UNAM) di Kanada sejak tahun 2017. Ia menyelesaikan Sarjana, Master, dan Ph.D dalam program studi Sejarah di Fakultas Filsafat dan Sastra UNAM dengan memperoleh medali ‘Gabino Barreda’ dan ‘Alfonso Caso’ yang diberikan oleh UNAM untuk nilai Sarjana dan Doktor terbaik. Atas karyanya yang luar biasa sebagai peneliti, ia telah memperoleh berbagai penghargaan. Alicia merupakan Peneliti Senior penuh waktu di Institut Penelitian Sejarah UNAM. Ia telah berpartisipasi dalan beberapa proyek penelitian interdisipliner dan telah mengorganisir pertemuan akademik dan kuliah di berbagai Negara.
Dalam webinar ini, Carmen dan Alicia akan berbagi waktu untuk berbicara tentang Sor Juana Inés de la Cruz (1648 – 1695). Dimana Carmen akan fokus pada kehidupan dan karya dari Sor Juana Ines de la Cruz, sedangkan Alicia terfokus pada pentingnya dan dampak dari karya Sor Juana.